Saturday 21 September 2013

0 Hukum Mengunakan Tasbih Ketika Berdzikir

Assalammualaikum,

Kebanyakan orang-orang menganggap
bahwa termasuk ciri khas seorang muslim
yang taat kepada Allah adalah selalu
berdzikir dengan tasbih di tangan.
Gambaran ini semakin kuat dengan gambar
tokoh-tokoh yang dianggap berjasa bagi
Islam tampil dengan busana muslim
lengkap dengan tasbihnya yang sengaja
dibuat dan dijual untuk keuntungan
duniawi seperti gambar-gambar wali
songo dan lainnya, ditambah lagi tayangan
sinetron religi yang sarat dengan kebatilan,
apabila menampilkan tokoh agama, hampir
dipastikan ada tasbih di tangannya.

Ada di antara mereka yang selalu terlihat
menjalankan tasbih di tangannya walaupun
sedang mengobrol dengan rekannya,
padahal terkadang pembicaraannya
bertolak belakang dengan dzikir. Yang lebih
merasa kurang puas, ada yang
menggantungkan tasbihnya di leher
walaupun mulutnya tidak terlihat berdzikir,
tetapi—anehnya—orang menganggap dia
selalu berdzikir (mengingat Allah).
Sebagian lagi meyakini bahwa tasbih yang
digantungkan di leher adalah ciri khas para
malaikat yang sedang berdzikir.

Ada pula
yang mengatakan bahwa termasuk
peninggalan (warisan) Nabi SAW adalah
tasbih. Ada lagi yang menjadikannya
sebagai sarana pengobatan alternatif, dan
masih banyak tujuan lain digunakannya biji
tasbih ini dan tidak mungkin kami
sampaikan semuanya.

Hal-hal di atas terjadi tidak lain karena
makin jauhnya kaum muslimin dari
agamanya. Oleh karena itu, para ulama yang
cemburu akan agamanya segera bangkit
menjelaskan hakikat tasbih ini. Mereka
menulis tentang asal-usul dan hukum
tasbih dalam agama Islam yang mulia ini.

Dan tulisan ini sekadar menyadur dari
tulisan mereka. Mudah-mudahan Allah
melapangkan hati kita untuk menerima
setiap kebenaran.

Para ulama menyatakan bahwa berdzikir
dengan menggunakan tasbih hukumnya
boleh berdasarkan hadits-hadits berikut:

1. Hadits riwayat Sa’d ibn Abi Waqqash
bahwa dia bersama Rasulullah melihat
seorang perempuan sedang berdzikir. Di
depan perempuan tersebut terdapat biji-
bijian atau kerikil yang ia digunakan untuk
menghitung dzikirnya. Lalu Rasulullah
berkata kepadanya:

“Aku beritahu kamu cara yang lebih mudah
dari ini atau lebih afdlal. Bacalah:
“Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa Fi as-Sama’,
Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa Fi al-Ardl,
Subhanallah ‘Adada Ma Baina Dzalika,
Subhanallah ‘Adada Ma Huwa Khaliq”,
(Subhanallah -maha suci Allah- sebanyak
makhluk yang Dia ciptakan di langit,
Subhanallah sebanyak makhluk yang Dia
ciptakan di bumi, Subhanallah sebanyak
makhluk yang Dia ciptakan di antara langit
dan bumi, Subhanallah sebanyak semua
makhluk yang Dia ciptakan).

Kemudian baca
“Allahu Akbar” seperti itu. Lalu baca
“Alhamdulillah” seperti itu. Dan baca “La
Ilaha Illallah” seperti itu. Serta baca “La
Hawla Wala Quwwata Illa Billah” seperti itu.
(HR. at-Tirmidzi dan dinilainya Hasan.
Dinyatakan Shahih oleh Ibn Hibban dan al-
Hakim. Serta dinilai Hasan oleh al-Hafizh Ibn
Hajar dalam Takhrij al-Adzkar).

2. Hadits diriwayatkan dari Umm al-
Mukminin, salah seorang istri Rasulullah,
bernama Shafiyyah. Bahwa beliau
(Shafiyyah) berkata:
“Suatu ketika Rasulullah menemuiku dan
ketika itu ada di hadapanku empat ribu biji-
bijian yang aku gunakan untuk berdzikir.

Lalu Rasulullah berkata: Kamu telah
bertasbih dengan biji-bijian ini?! Maukah
kamu aku ajari yang lebih banyak dari ini?

Shafiyyah menjawab: Iya, ajarkanlah
kepadaku. Lalu Rasulullah bersabda:

“Bacalah: “Subhanallah ‘Adada Ma Khalaqa
Min Sya’i” (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim, ath-
Thabarani dan lainnya, dan dihasankan oleh
al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab Nata-ij al-
Afkar Fi Takhrij al-Adzkar).

Dzikir menggunakan ruas-ruas jari atau
ujung-ujung jari adalah petunjuk Nabi SAW
yang paling sempurna, yang telah
diamalkan oleh generasi terbaik umat ini.

Dalam ibadah agama Islam tidak pernah
mengenalkan tasbih kepada pemeluknya.

Oleh karena itu, Rasulullah dan para
sahabatnya tidak menggunakannya dalam
beribadah. kemudian sebagian orang
setelah generasi terbaik ini, bersusah payah
ingin ibadahnya lebih banyak dan lebih
mantap menurut pikiran mereka, lalu
mereka meniru kebiasaan orang Buddha,
Hindu, dan para pendeta Nasrani dalam
ibadahnya, dan tatkala para sahabat
mengetahui hal baru ini mereka segera
mengingkarinya, untuk menjaga kemurnian
agama Islam ini, lalu selanjutnya para ulama
kemudian juga mengikuti jalan para
salafush sholih dalam berdzikir dan
mengingkari hal-hal yang baru dalam
agama ini.

0 comments:

Post a Comment