Saturday 18 January 2014

0 motivasi kehidupan

SEANDAINYA...
Memaafkan Penyesalan, Menerima Kenyataan


ZOOM
Ia memutuskan mengurung diri. Ketampanan, binar matanya yang khas, kecerdasannya yang membuat tercengang orang-orang sampai ke mancanegara, dan sejuta karyanya yang diakui secara nasional maupun internasional, tidak mampu menyelamatkannya dari rasa bersalah. Dulu, ia pernah begitu malu akan istrinya yang sangat sederhana dan bersahaja. Seandainya ia lebih bangga kepada istrinya yang polos. Dulu, ia pernah berkata-kata kasar kepada istrinya, bahkan sesekali memukulnya. Seandainya ia lebih mencintai istrinya. Dulu, ia pernah merasa begitu kuat kuasa, sedangkan istrinya begitu biasa saja. Seandainya ia lebih menghargai istrinya. Sekarang, saat istrinya sudah pergi duluan dipanggil Sang Empunya Kehidupan, tiba-tiba rumah begitu sepi dan kosong. Tidak ada lagi yang membuatnya jengkel, tapi juga tidak ada yang bisa menghiburnya dengan kekonyolan. Tidak ada lagi orang yang bisa membantahnya, tapi tidak ada yang menguatkannya saat sedih. Hari demi hari dijalaninya, dalam kepedihan, bergaunglah “seandainya…”


PENYESALAN
Apa yang Anda sesali dalam hidup? SEANDAINYA ada yang bisa Anda ubah di masa lalu Anda, apa yang akan Anda ubah? Sehingga semuanya berjalan berbeda dengan saat ini? Saya  bertanya kepada cukup banyak teman, apa yang disesali dalam hidup, berikut adalah tema penyesalannya:

1.       Loss
Sahabat saya sudah tua usianya, tapi ia tetap terlihat ‘nakal’. Dari riwayatnya, menurut teman-temannya, ia memang tergolong anak bandel. Berani, sulit diatur, berjiwa kepemimpinan, dan tergolong ‘manusia di luar kotak’. Sepintas melihatnya, kita akan mudah menghakimi bahwa ia opa-opa genit, ha ha ha. Tapi di balik itu, di tengah hujan, ia bercerita tentang penyesalannya. Seandainya dulu ia dan istrinya tidak terlalu banyak bertengkar. Seandainya dulu perkawinan mereka lebih harmonis. Dan kini, saat sang istri sudah pulang dipanggil Tuhan, banyak waktu di mana ia merasa begitu kesepian, dan rasanya amat nyeri. Tak pernah terbayangkan bahwa istrinya akan pergi duluan menghadap Pencipta. Kehilangan yang begitu dalam…. Penyesalan yang begitu mendalam karena rasa kehilangan yang begitu besar baru begitu disadari saat orang yang dicintai sudah pergi.

2.       Guilty feeling
Dulu, bila bertengkar, suaminya bisa menjambaknya di depan kuburan dekat rumah, lalu menyeretnya di pinggir jalan sambil mengatai-ngatainya ‘dasar pelacur sialan’. Memang ia pernah selingkuh, ketahuan, dan setelah itu tampaknya tidak ada harapan bahwa suaminya akan percaya kepadanya. Kedua anaknya saat ini sedang menjadi rebutan. Ia menitipkan kedua anaknya di Jawa Tengah, di kediaman orang tuanya. Dan suaminya saat ini masih terus menerornya, mengambil sepeda motornya, mempermalukannya di kantor, mengancam akan membunuhnya, dan mengungkapkan tekadnya akan menghancurkan hidupnya. Tidak tahu bagaimana keluar dari kengerian hidup saat ini, ia lalu menghabiskan waktu di dunia gemerlap hampir setiap malam. Berganti-ganti pasangan dan berusaha untuk tidak peduli pada apapun. Namun saat hari malam, saat ia sedang sendirian, wanita ini menyesali hidupnya, semuanya. Seandainya ia tidak selingkuh, seandainya suaminya mau memaafkannya, seandainya kondisi ekonomi mereka lebih baik, seandainya saja ia menikah dengan orang lain, seandainya anak-anaknya ada bersamanya saat ini, seandainya saja ia menjadi wanita yang lebih baik, seandainya saja…….

3.       Berlomba menuju neraka
Berapa banyak dari kita yang akhirnya menghayati hidup sebagai sebuah perlombaan? Banyak upaya atasan memotivasi bawahannya dengan kata-kata, “ayo, kita harus meningkatkan daya saing kita!” dan banyak sekali orang tua menasehati anaknya, “kamu harus sekolah yang tinggi, supaya bisa bersaing dengan orang-orang lain di jamanmu.” Salah? Tidak juga sih! Karena saat ini memang sepertinya dunia diharuskan untuk berlomba supaya bisa hidup. Kalau kalah berlomba? Tergusur, dan tinggal tunggu waktu mati. Mari duduk sedikit lebih lama dan berbincang dengan anak-anak tuna grahita di sekolah luar biasa, atau kita bicara tentang kehidupan dengan para pasien di rumah sakit jiwa, atau menikmati tawa anak-anak di panti asuhan yang sedang memberi makan ikan di kolam. Lalu kita akan mempertanyakan kembali tentang lomba kehidupan ini:
  • Apakah kemenangan adalah untuk yang paling cepat?
  • Apakah kemenangan adalah untuk yang paling kaya?
  • Apakah kemenangan adalah untuk yang jabatannya paling tinggi?
  • Apakah kemenangan adalah untuk yang paling cantik?
  • Apakah kemenangan adalah untuk yang paling pintar?
Kata siapa?

4.       Tidak adil terhadap diri sendiri dan menjalani hidup bukan sesuai pilihan sendiri
Ia meminta ulang tahunnya yang ke-17 tidak usah dirayakan. Alasannya? Ia belum kurus, masih gendut. Saat berulang tahun ke-17, teman-temannya semua memakai gaun yang cantik dan seksi, tampak sangat indah. Papa dan mamanya bisa membelikannya gaun yang mahal dan indah, tapi ia tidak bisa memakainya, karena badannya tidak seksi. Ada metode diet terbaru, ia mencobanya. Ia juga berenang dan berolah raga. Semua demi bisa pakai gaun seksi. Alih-alih merubah bentuk tubuh untuk bisa memakai gaun yang ketat, mengapa tidak ia membuat gaun yang tepat untuk ukuran tubuhnya?
Mengapa ukuran orang lain cenderung kita pakai untuk mengukur diri kita? Yang cantik itu adalah yang kurus, putih, mancung, berambut lurus panjang, dan bermata bulat berbinar. Jadi bila Anda bertubuh ‘montok’, hitam pula, kriting pula, pesek pula, dan sipit pula, sudah habislah harapan untuk menjadi cantik. Yang disebut orang sukses itu adalah yang punya pekerjaan tetap, penghasilan tetap dan besar, punya mobil bagus, rumah bagus, dan istri cantik. Jadi kalau Anda pekerjaan Anda kontrak atau usaha sendiri, penghasilan juga tidak pasti, rumah Anda banyak yang bocor, istri Anda juga sama sekali tidak cantik, maka Anda tidak bisa disebut sukses. Begitu mengerikan bila ukuran-ukuran dari luar kita ‘paksakan’ untuk kita kenakan. Begitu sulit menyadari bahwa mata Anda yang berbinar (meskipun sipit, misalnya), begitu mempesona. Walau Anda tidaklah kurus, karena tubuh Anda ‘tebal’, tapi Anda amat menggemaskan. Walau gaji anda tidak sebesar teman-teman Anda, tapi tempat kerja Anda sangat nyaman dan manusiawi, Anda dianggap ‘orang’, bukan sapi perah. Meskipun istri Anda tidak cantik dan seksi, tapi ia setia dan pekerja keras. Ukuran-ukuran orang lain telah menghabisi rasa syukur kita. Bukankah kita telah berlaku tidak adil terhadap diri kita? Waktu kita gunakan untuk memuaskan tuntutan dari luar, mengabaikan kebutuhan kita di dalam. Kita menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak kita sukai. Kita memakan makanan yang buruk untuk kesehatan kita. Kita berteman dengan orang-orang yang sesungguhnya tidak berkenan di hati kita. Dan akhirnya, kita berpura-pura menghidupi kehidupan yang bukan milik kita. Paling parah lagi adalah kita mati tanpa mengenal dan menikmati diri kita sendiri. Tragis.

SEANDAINYA
Kata SEANDAINYA adalah kata yang menyedihkan. Tapi lebih sedih lagi bila kita juga tidak sampai pada kata SEANDAINYA. Penyesalan memang menyedihkan, tetapi masih lebih baik daripada tidak menyesali apa yang seharusnya disesali. Bertemu dengan penyesalan kita, dapat menjadi awal dari pencarian kita untuk menyelesaikan apa yang belum selesai. Rasa pernah ditolak, membuat kita sakit hati. Apa yang saat ini bisa kita lakukan? Seorang yang amat terluka karena patah hati berucap, “seandainya saya tidak pernah berjumpa dengan dia dulu.” Apakah Anda menyesali cinta yang pernah Anda berikan? Apakah mencintai orang-orang yang kemudian melukai hati Anda itu salah? TIDAK. Ada hal-hal yang bisa disesali (sehingga harus diubah dan diselesaikan), dan ada hal-hal yang cukup hanya bisa diterima. Kelalaian kita membedakan hal tersebut membuat kita seringkali jatuh lebih lama dan lebih sulit bangkit. Dari mana kita dapat memulai? Kita bisa memulainya dari membuat daftar hal-hal yang kita sesali. Kemudian kita lihat satu per satu, kita telaah. Mana hal yang bisa kita ubah, dan mana yang tidak bisa kita ubah. Misalnya: kita terlahir tidak sempurna secara fisik, itu bukan kuasa dan kendali kita. Maka itu untuk DITERIMA. Kita memperlakukan orang yang kita cintai dengan begitu kasar dan buruk. Maka itu untuk kita SESALI dan UBAH, tidak berhenti pada sesal.

 
MENJADI TEMAN KENYATAAN
ada cerita kecil tapi bukan cerita pribadi saya
Penerbangan saya dari Semarang menuju Jakarta dibatalkan dengan alasan teknis. Pesawat rusak. Sudah rindu dengan 3 kekasih kecil, saya merasa amat kecewa. Mencari penerbangan lain sudah tidak ada. Naik kereta sudah tidak ada. Jadi saya menerima kondisi ini. Ya sudah, menginap 1 malam lagi di Semarang, besok pagi terbang dengan pesawat paling pagi. Jadi? Malam itu saya memutuskan untuk mengamati. Aneka reaksi para penumpang yang kecewa. Ada yang bisa menerima, ada yang marah teriak-teriak, ada yang menggebrak meja, ada yang menangis, ada yang segera pergi naik bis malam ke Jakarta. Diputuskan akan diinapkan di hotel dan diganti penerbangan keesokan harinya. Sebagian terima. Sebagian kecil masih negosiasi lagi, ada yang minta dibelikan baju, ada yang minta penggantian uang karena gagal berbisnis akibat kondisi ini. Berteman dengan kenyataan tidak mudah. Mengapa? Di depan mata kita ada aneka pilihan yang begitu banyak, canggih, keren, dan indah. Tapi uang di dompet jauh dari cukup untuk membelinya. Apa yang bisa dilakukan oleh teman kenyataan? Ya tidak jadi membelinya. Atau menunda dulu membeli. Teman yang lain pakai cara curang ketika ujian. Nilai mereka akan bagus tentunya. Kita juga mau nilai bagus, tapi sudah belajar banyak yang lupa. Apa yang dilakukan teman kenyataan? Ya mengerjakan sebisanya. Kita harapkan yang terbaik yang terjadi, ternyata kenyataan tidak demikian. Lalu? Kalau tidak bisa diubah, berarti hanya bisa diterima. Memang seringkali teman kenyataan akan dianggap manusia aneh. Tapi biarkan saja, memang nyatanya aneh, he he he….

Selamat menjadi teman kenyataan, mari kita hadapi.

Selamat mencintai dan selamat berkarya!
Semarang, 18 Januari 2014
Mahindra Suryaning Praja
Mahasiswa UDINUS jurusan Teknik Informatika


0 comments:

Post a Comment